"Tak Ada Gading yang Tak Retak" seperti itu bilang pepatah, jadi sama halnya dengan pandangan Max Weber tentang Birokrasi, sekeren apapun konsep Birokrasi yang dibuat Max Weber tentunya tidak semua orang/kalangan bisa menerima akan hal itu, karena gak semua orang suka dengan yang keren-keren..hehe.. Nah berikut ada beberapa kritik yang disampaikan para ahli tentang pandangan Max Weber tersebut..
Max Weber |
Robert K. Merton
Dalam artikelnya “Bureaucratic Structure and Personality”, Merton mempersoalkan gagasan birokrasi rasional Weber. Bagi Merton, penekanan Weber pada reliabilitas (kehandalan) dan ketepatan akan menimbulkan kegagalan dalam suatu administrasi. Mengapa? Peraturan yang dirancang sebagai alat untuk mencapai tujuan, dapat menjadi tujuan itu sendiri. Selain itu, birokrat yang berkuasa akan membentuk solidaritas kelompok dan kerap menolak perubahan. Jika para pejabat ini dimaksudkan untuk melayani publik, maka norma-norma impersonal yang menuntun tingak laku mereka dapat menyebabkan konflik dengan individu-individu warganegara. Apa yang ditekankan Merton adalah, bahwa suatu struktur yang rasional dalam pengetian Weber dapat dengan mudah menimbulkan akibat-akibat yang tidak diharapkan dan mengganggu bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Philip Selznick
Philip Selznick
Selznick mengutarakan kritiknya atas Weber tentang Disfungsionalisasi Birokrasi. Ia fokus pada pembagian fungsi-fungsi did alam suatu organisasi. Selznick menunjukkan bagaimana sub-sub unit mewujudkan tujuan organisasi secara keseluruhan. Pembentukan departemen-departemen baru untuk meniadakan kecenderungan lama, hanya akan memperburuk situasi karena akan muncul lebih banyak sub-sub unit tujuan.
Talcott Parsons
Talcott Parsons
Parsons fokus pada kenyataan bahwa staf administrasi yang dimaksud Weber, telah didefinisikan sebagai yang memiliki keahlian profesional dan juga hak untuk memerintah. Atribut-atribut seperti itu, kilah Parsons, dapat memunculkan konflik di dalam birokrasi, karena tidak mungkin untuk memastikan bahwa posisi dalam hirarki otoritas akan diiringi oleh keterampilan profesional yang sepadan. Akibatnya, timbul persoalan bagi angggota organisasi: Siapa yang harus dipatuhi? Orang yang memiliki hak untuk memerintah atau orang yang memiliki keahlian yang hebat?
Alvin Gouldner
Alvin Gouldner
Gouldner melanjutkan kritik Parsons atas Weber. Gouldner memuatnya dalam Pattern of Industrial Bureaucracy. Dalam analisisnya tentang dasar kepatuhan dalam suatu organisasi, Gouldner menyimpulkan argumennya pada konflik antara otoritas birokrati dan otoritas profesional. Ia membedakan 2 tipe birokrasi yang utama: “Pemusatan-Hukuman (punishment centered) dan Perwakilan (representative). Pada tipe punishment centered, para anggota birokrasi pura-pura setuju dengan peraturan yang mereka anggap dipaksakan kepada mereka oleh suatu kelompok yang asing. Sedang pada tipe Representative, para anggota organisasi memandang peraturan sebagai kebutuhan menurut pertimbangan teknis dan diperlukan sesuai dengan kepentingan meerka sendiri. Dua sikap yang berbeda terhadap peraturan ini memiliki pengaruh yang mencolok pada pelaksanaan organisasi yang efisien.
R.G. Francis dan R.C. Stone
R.G. Francis dan R.C. Stone
Francis dan Stone melanjutkan kritik Gouldner dalam buku mereka Service and Procedure in Bureaucracy. Francis dan Stone menunjukkan bahwa walaupun literatur resmi tentang organisasi dapat melarang impersonalitas dan kesetiaan yang kuat pada prosedur yang sudah ditentukan, tetapi dalam prakteknya para staf birokrasi dapat menyesuaikan tindakan mereka dengan keadaan-keadaan yang cocok dnegan kebutuhan-kebutuhan individu.
Rudolf Smend
Rudolf Smend
Smend sama seperti Weber, berasal dari Jerman. Ia mengeluhkan bahwa Weber bertanggung jawab terhadap kesalahpahaman pemahaman tentang administrasi sebagai mesin rasional. Sementara pada pejabatnya hanyalah mengemban fungsi-fungsi teknis. Hakim dan pejabat administrasi bukan merupakan etres inanimes. Mereka adalah makhluk berbudaya (gestig) dan makhluk sosial yang secra aktif mengemban fungsi-fungsi tertentu di dalam keseluruhan budaya. Apa yang dilakuka oleh manusia-manusia seperti itu ditentukan oleh keseluruhan budaya, yang diorientasikan melalui fungsi-fugnsinya, dan pada gilirannya membantu menentukan hakikat dari seseluruhan budaya tersebut. Dalam menerangkan hal ini, Smend menambahkan, masuk akal jika orang-oorang sosialis mengeluhkan “keadilan yang borjuistis.”
Reinhard Bendix
Reinhard Bendix
Bendix berpendapat bahwa efisiensi organisasi tidak dapat dinilai tanpa mempertimbangkan aturan-aturan formal dan sikap-sikap manusia terhadapnya. Dalam bukunya Higher Civil Servants in American Society, Bendix membantah adanya kemauan mematuhi undang-undang tanpa campur tangan dari nilai-nilai sosial dan politik yang umum. Semua peraturan diterapkan pada kasus-ksus tertentu, dan dalam menentukan apakah suatu kasus berada di bawah peraturan, seorang pejabat arus mengemukakan alasan-alasan yang dapat dijadikan pertimbangan. Dalam membuat pertimbangannya, pejabat menemukan suatu dilema. Di satu sisi, jika terlalu tunduk dengan undang-undang ia secara populer disebut bersikap birokratis. Tetapi, di sisi lain, jika ia terlalu percaya pada inisiatif semangat kemanusiaan, sepanjang hal itu tidak tertulis di dalam kitab perundang-undangan, maka tindakannya secara populer disebut sebagai suatu penyalahgunaan kekuasaan, karena mencampuri hak prerogatif badan legislatif.
Carl Friedrich
Carl Friedrich
Seorang lainnya, Carl Friedrich, mengkritisi pendapat Weber bahwa seorang birokrat selalu harus bertindak sesuai aturan yang tertulis. Kenyataannya, peraturan-peraturan merupakan petunjuk yang tidak lengkap untuk bertindak. Ini artinya, faktor-faktor di luar peraturan harus dipertimbangkan oleh ilmuwan sosial dalam menginterpretasikan tindakan pejabat. Kemungkinan interpretasi ini menggambarkan perlunya pilihan untuk digunakan sebagai pertimbangan setiap administrator. Ini berlawanan dengan pendapat Weber, yang membenarkan birokrati untuk menghindari semua tanggung jawab atas tindakannya. Bagi Friedrich, seorang birokrat bisa bertindak di luar ketentuan teknis, ataupun menurut instruksi. Friedrich, sebab itu, mengkritik Weber karena mengabaikan tanggung jawab tersebut. Ia menganggap penekanan Weber terhadap otoritas membuat organisasi sosial jadi menyerupai organisasi militer. Ia menghalangi setiap jenis konsultasi, dan hanya mengandalkan pola kooperatisme.
Peter Blau
Peter Blau
Bagi Blau, dalam bukunya The Dynamic of Bureaucracy, pandangan yang fleksibel tetap harus berlangsung di organisasi rasional sekalipun (birokrasi). Di dalam lingkungan yang berubah, pencapaian atas tujuan organisasi bergantung pada perubahan secara terus-menerus di dalam struktur birokrasi. Karena itu, efisiensi tidak dapat dijamin dengan membelenggu pejabat melalui seperangkat undang-undang yang kaku. Hanya dengan membolehkan pejabat mengidentifikasi tujuan-tujuan organisasi sebagai suatu keseluruhan, dan menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan persepsinya tentang keadaan yang berubah, maka akan dihasilkan suatu administrasi yang efisien.
R. V. Presthus, W. Delaney, Joseph Lapalombara
R. V. Presthus, W. Delaney, Joseph Lapalombara
Presthus mengamati kecenderungan birokrasi di negara-negara non Barat. Ia menganggap konsep birokrasi Weber belum tentu cocok bagi lingkungan non Barat. Ia menemukan bahwa pada industri batubara di Turki, dorongan-dorongan ekonomis dan material untuk melakukan usaha tidaklah seefektif dengan mereka yang mengusahakan hal yang sama di Barat. Kesimpulan kontra Weber juga dikemukakan W. Delaney. Bagi Delaney, administrasi bercorak patrimonial justru mungkin saja cocok bagi masyarakat dengan pembagian kerja yang sederhana dan tradisional. Juga, Joseph Lapalombara menemukan fakta bahwa birokrasi ala Cina dan Rusia lebih efektif ketimbang birokrasi Weber.
Nah jadi seperti itu beberapa kritik tajam yang disampaikan para ahli tentang pandangan Birokrasi Max Weber, para ahli tersebut berkisar pada sosiolog, teoretisi manajemen, hingga praktisi administrasi negara. Secara garis besar, keberatan pada tipikal birokrasi Weber berkisar pada masalah rasionalitas kerja orang-orang yang ada di dalam birokrasi. Peraturan mungkin saja rasional, tetapi oknum yang menjalankan aturan tersebut sangat manusiawi dan sukar untuk dinyatakan selalu rasional. Itu menurut pendapat beberapa ahli mengenai pandangan birokrasi-nya Max Weber.
Ada satu lagi kritik oleh seorang sosiolog dari Inggris, tapi sebenarnya dia bukan mengkritisi sih, tapi dia hanya menganalisa kritikan-kritikan dari para ahli di atas, kemudian dia menulis seputar pandangan para ahli tersebut tentang konsep birokrasi Max Weber. Akhirnya, ia pun mengajukan beberapa konsep seputar Birokrasi, siapakah dia??
Martin Albrow |
Martin Albrow, seorang sosiolog dari Inggris. Albrow membagi 7 cara pandang mengenai birokrasi. Ketujuh cara pandang ini dipergunakan sebagai pisau analisa untuk menganalisis fenomena birokrasi yang banyak dipraktekkan di era modern. Ketujuh konsep birokrasi Albrow adalah sebagai berikut:
1. Birokrasi sebagai organisasi rasional
Birokrasi sebagai organisasi
rasional sebagian besar mengikut pada pemahaman Weber. Namun, rasional
di sini patut dipahami bukan sebagai segalanya terukur secara pasti dan
jelas. Kajian sosial tidap pernah menghasilkan sesuatu yang pasti
menurut hipotesis yang diangkat. Birokrasi dapat dikatakan sebagai
organisasi yang memaksimumkan efisiensi dalam administrasi. Secara
teknis, birokrasi juga mengacu pada mode pengorganisasian dengan tujuan
utamanya menjaga stabilitas dan efisiensi dalam organisasi-organisasi
yang besar dan kompleks. Birokrasi juga mengacu pada susunan kegiatan
yang rasional yang diarahkan untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Perbedaan dengan Weber adalah, jika
Weber memaklumkan birokrasi sebagai “organisasi rasional”, Albrow
memaksudkan birokrasi sebagai “organisasi yang di dalamnya manusia
menerapkan kriteria rasionalitas terhadap tindakan mereka.”
2. Birokrasi sebagai Inefesiensi Organisasi
Birokrasi merupakan antitesis
(perlawanan) dari dari vitalitas administratif dan kretivitas
manajerianl. Birokrasi juga dinyatakan sebagai susunan manifestasi
kelembagaan yang cenderung ke arah infleksibilitas dan depersonalisasi.
Selain itu, birokrasi juga mengacu pada ketidaksempurnaan dalam struktur
dan fungsi dalam organisasi-organisasi besar.
Birokrasi terlalu percaya kepada
preseden (aturan yang dibuat sebelumnya), kurang inisiatif, penundaan
(lamban dalam berbagai urusan), berkembangbiaknya formulir (terlalu
banyak formalitas), duplikasi usaha, dan departementalisme. Birokrasi
juga merupakan organisasi yang tidak dapat memperbaiki perilakunya
dengan cara belajar dari kesalahannya. Aturan-aturan di dalam birokrasi
cenderung dipakai para anggotanya untuk kepentingan diri sendiri.
3. Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat.
Birokrasi merupakan pelaksanaan
kekuasaan oleh para administrator yang profesional. Atau, birokrasi
merupakan pemerintahan oleh para pejabat. Dalam pengertian ini, pejabat
memiliki kekuasaan untuk mengatur dan melakukan sesuatu. Juga,
seringkali dikatakan birokrasi adalah kekuasaan para elit pejabat.
4. Birokrasi sebagai administrasi negara (publik)
Birokrasi merupakan komponen sistem
politik, baik administrasi pemerintahan sipil ataupun publik. Ia
mencakup semua pegawai pemerintah. Birokrasi merupakan sistem
administrasi, yaitu struktur yang mengalokasikan barang dan jasa dalam
suatu pemerintahan. Lewat birokrasi, kebijakan-kebijakan negara
diimplementasikan.
5. Birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan pejabat.
Birokrasi dianggap sebagai sebuah
struktur (badan). Di struktur itu, staf-staf administrasi yang
menjalankan otoritas keseharian menjadi bagian penting. Staf-staf itu
terdiri dari orang-orang yang diangkat. Mereka inilah yang disebut
birokrasai-birokrasi. Fungsi dari orang-orang itu disebut sebagai
administrasi.
6. Birokrasi sebagai suatu organisasi
Birokrasi merupakan suatu bentuk
organisasi berskala besar, formal, dan modern. Suatu organisasi dapat
disebut birokrasi atau bukan mengikut pada ciri-ciri yang sudah disebut.
7. Birokrasi sebagai masyarakat modern
Birokrasi sebagai masyarakat modern,
mengacu pada suatu kondisi di mana masyarakat tunduk kepada
aturan-aturan yang diselenggarakan oleh birokrasi. Untuk itu, tidak
dibedakan antara birokrasi perusahaan swasta besar ataupun birokrasi
negara. Selama masyarakat tunduk kepada aturan-aturan yang ada di dua
tipe birokrasi tersebut, maka dikatakan bahwa masyarakat tersebut
dikatakan modern.
Itulah 7 konsep cara pandang dari Martin Albrow yang sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang dibuat oleh Max Weber tentang Birokrasi. Masih banyak cara pandang dan konsep-konsep lainnya tentang Birokrasi yang tentunya akan muncul dan berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, karena pada hakikatnya itu semua akan ada seiring dengan bertambahnya kebutuhan dan orang akan selalu berfikir juga mencari untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sama halnya dengan IPTEK yang selalu ada yang baru. Jadi kritik dan saran itu memang seharusnya bisa diterima untuk menyempurnakan dan mengembangkan apa yang belum sempurna dan apa yang harus dikembangkan. Yah tujuan akhirnya adalah untuk kebaikan dan perbaikan didalam kehidupan, hari ini..esok..dan seterusnya..
~Semoga Bermanfaat~
0 komentar:
Posting Komentar